Padi, kedelai dan jagung merupakan tiga komoditas tanaman pangan yang menjadi target pemerintah untuk ditingkatkan produksinya guna mencukupi kebutuhan dalam negeri. Berdasarkan neraca produksi dan kebutuhan, komoditas padi dan jagung mengalami surplus sejak tahun 2017, sedangkan kedelai mengalami defisit yang semakin besar.
Kebutuhan beras untuk konsumsi langsung tahun 2017 hingga 2019 diperkirakan 33,47 juta ton/tahun, sedangkan produksi gabah 80,93 juta ton atau sekitar 51,8 ton beras (konversi gabah ke beras 64,02%) (Heni 2016). Komoditas jagung hingga tahun 2020 diperkirakan surplus 2,25 juta ton hingga 4,25 juta ton (Chafid 2016). Komoditas kedelai defisit 1,6 juta ton pada tahun 2016 dan diperkirakan defisit 1,91 juta ton pada tahun 2020 (Riniarsi 2016).
Tantangan peningkatan produksi kedelai relatif lebih berat dibandingkan padi dan jagung, karena: (1) luas tanam cenderung turun akibat kurang diminati, (2) margin keuntungan lebih kecil dibandingkan padi dan jagung, (3) petani lebih mengutamakan mengusahakan tanaman penyangga pangan keluarga seperti jagung dan padi, (4) persaingan penggunaan lahan, mengingat agroekologi dan musim tanam kedelai relatif sama dengan jagung. Upaya yang dapat ditempuh untuk perluasan areal panen kedelai adalah dengan memasukkan kedelai ke sentra produksi jagung dalam pola tumpangsari. Oleh karena itu perlu diketahui teknik penanaman kedua komoditas tersebut dalam pola tumpangsari agar produktivitasnya tinggi.
Pada bulan Oktober 2018 hingga Januari/Februari 2019 dilakukan pengujian empat model tanam dalam pola tumpangsari jagung dengan kedelai pada lahan sawah di Instalasi Penelitian Kendalpayak, Malang. Varietas jagung menggunakan hibrida Bima 19, sedangkan kedelai varietas Dena 1 (toleran naungan) dan Dega 1 (berumur genjah). Model tanam yang diuji adalah sebagai berikut:
Model 1: jagung baris ganda jarak tanam (40 cm x 12,5 cm) x 120 cm, 1 tanaman/rumpun (populasi 100.000 tanaman/ha), dosis pemupukan 250 kg/ha Urea + 350 kg/ha Phonska + 1 t/ha pupuk organik. Diantara baris ganda jagung (120 cm) ditanam 3 baris kedelai, jarak tanam 30 cm x 10 cm, 2 tanaman/rumpun (populasi 375.000 tanaman/ha), dosis pemupukan 50 kg/ha Urea + 100 kg/ha Phonska. Jagung ditanam 20 hari setelah tanam kedelai.
Model 2: jagung baris ganda jarak tanam (40 cm x 12,5 cm) x 120 cm, 1 tanaman/rumpun (populasi 100.000 tanaman/ha), dosis pemupukan 250 kg/ha Urea + 350 kg/ha Phonska + 1 t/ha pupuk organik. Diantara baris ganda jagung (120 cm) ditanam 3 baris kedelai dengan jarak tanam 30 cm x 10 cm, 2 tanaman/rumpun (populasi 375.000 tanaman/ha), dosis pemupukan 200 kg/ha Urea + 100 kg/ha Phonska + 2,5 t/ha pupuk organik. Jagung dan kedelai ditanam bersamaan.
Model 3: jagung baris ganda jarak tanam (40 cm x 12,5 cm) x 120 cm, 1 tanaman/rumpun (populasi 100.000 tanaman/ha), dosis pemupukan 250 kg/ha Urea + 350 kg/ha Phonska + 1 t/ha pupuk organik. Diantara baris ganda jagung (120 cm) ditanam 4 baris kedelai dengan jarak tanam 30 cm x 10 cm, 3 tanaman/rumpun (populasi 750.000 tanaman/ha), dosis pemupukan 200 kg/ha Urea + 100 kg/ha Phonska + 2,5 t/ha pupuk organik. Jagung dan kedelai ditanam bersamaan.
Model 4: jagung baris ganda jarak tanam (50 cm x 40 cm) x 240 cm, 2 tanaman/rumpun (populasi 34.483 tanaman/ha), dosis pemupukan 250 kg/ha Urea + 350 kg/ha Phonska + 1 t/ha pupuk organik. Diantara baris ganda jagung (240 cm) ditanam 5 baris kedelai dengan jarak tanam 40 cm x 15 cm, 2 tanaman/rumpun (populasi 229.885 tanaman/ha), dosis pemupukan 50 kg/ha Urea + 100 kg/ha SP36 + 50 kg/ha KCl + 2,5 t/ha pupuk organik. Jagung dan kedelai ditanam bersamaan.
Intensitas Pemanfaatan Lahan (IPL)
Intensitas pemanfaatan lahan (IPL) dihitung menggunakan indikator populasi tanaman, yaitu nisbah antara populasi tanaman dalam pola tumpangsari (PT) dengan populasi tanaman monokultur (PM). Nilai IPL masing-masing komoditas pada setiap model tanam dijumlahkan untuk mendapatkan total nilai IPL. Semakin tinggi total nilai IPL berarti intensitas pemanfaatan lahan semakin tinggi, yang berarti pemanfaatan lahan dalam satu musim tanam semakin intensif. Nilai IPL juga mencerminkan kepadatan populasi tanaman. Nilai IPL=1 berarti populasi tanaman dalam pola tumpangsari sama dengan dalam pola monokultur, bila IPL<1 atau IPL>1 berarti populasi tanaman dalam pola tumpangsari lebih rendah atau lebih tinggi dari populasi tanaman dalam pola monokultur.
Nilai IPL tertinggi pada pola tumpangsari (TS) jagung + kedelai diperoleh pada Model 3, diikuti Model 1 dan Model 2, dan terendah pada Model 4. Artinya, intensitas pemanfaatan lahan pada Model 3 lebih tinggi dibandingkan Model 1, Model 2 maupun Model 4. Berdasarkan nilai IPL, terdapat indikasi bahwa populasi tanaman jagung pada semua model yang diuji termasuk tinggi, sedangkan populasi kedelai termasuk tinggi hingga sangat tinggi, kecuali pada Model 4 (Tabel 1).
Tabel 1. Intensitas pemanfaatan lahan (IPL)
Model | Luas efektif/ha
(%)1) |
Populasi dalam
tumpangsari (tanaman/ha (PT)) |
Populasi monokultur
anjuran/ha (PM)2) |
IPL=Nisbah PT/PM | |||||
Jagung | Kedelai | Jagung | Kedelai | Jagung | Kedelai | Jagung | Kedelai | Jumlah | |
Model 1 | 44 | 56 | 100.000 | 375.000 | 66.667 | 333.333 | 1,5 | 1,1 | 2,6 |
Model 2 | 44 | 56 | 100.000 | 375.000 | 66.667 | 333.333 | 1,5 | 1,1 | 2,6 |
Model 3 | 34 | 66 | 100.000 | 750.000 | 66.667 | 333.333 | 1,5 | 2,3 | 3,8 |
Model 4 | 31 | 69 | 34.483 | 229.885 | 66.667 | 333.333 | 0,5 | 0,7 | 1,2 |
Keterangan: 1)luas efektif adalah proporsi luas lahan yang ditempati satu komoditas terhadap luas lahan yang ditempati kedua komoditas dalam pola tumpangsari dikalikan 100; 2)jarak tanam jagung 75×20 cm, 1 tanaman/rumpun; jarak tanam kedelai 40×15 cm, 2 tanaman/rumpun
Keragaan Tanaman
Keragaan tanaman pada umur 45 hari (kecuali jagung pada Model 1 berumur 25 hari) pada semua model yang diuji tergolong baik (Gambar 1). Pertumbuhan kedelai yang terbaik saat berumur 75 hari terdapat pada Model 4 diikuti Model 1, sedangkan pada Model 2 dan Model 3 pertumbuhan kedelai jelek dan banyak yang mati. Pertumbuhan tanaman jagung pada semua model penanaman tergolong baik (Gambar 2).
![]() Model 1 |
![]() Model 2 |
![]() Model 3 |
![]() Model 4 |
Gambar 1. Keragaan tanaman umur 45 hari pada empat model penanaman pada pola tumpangsari jagung + kedelai. |
Model 1 |
![]() Model 2 |
![]() Model 3 |
![]() Model 4 |
Gambar 2. Keragaan tanaman umur 70 hari pada empat model penanaman pada pola tumpangsari jagung + kedelai. |
Keragaan Hasil
Hasil kedelai tertinggi diperoleh varietas Dega 1 dengan Model 1, yaitu 1,8 t/ha diikuti Model 4 (1,4 t/ha), dan terendah pada Model 2 dan Model 3. Kedelai pada Model 1 ditanam 20 hari sebelum tanam jagung, sedangkan pada model lainnya ditanam bersamaan, sehingga periode cekaman naungannya relatif lebih pendek. Kedelai pada Model 2 dan Model 3 banyak yang tidak berpolong. Hasil kedelai varietas Dega 1 lebih tinggi 74% hingga 85% (tergantung model penanaman) dibandingkan varietas Dena 1. Hasil jagung tertinggi diperoleh pada Model 2, yaitu 6,2 t/ha pipilan kering (k.a 12%) diikuti pada Model 1 (5,8 t/ha), dan hasil terendah pada Model 4 (Tabel 2). Penanaman kedelai 20 hari lebih awal dari jagung menjadi faktor penting untuk memperoleh hasil kedelai yang tinggi. Penggunaan varietas kedelai berumur genjah lebih baik dibandingkan yang berumur sedang-panjang.
Total hasil (kedelai + jagung) tertinggi diperoleh pada Model 1 menggunakan varietas Dega 1, yaitu 7,6 t/ha. Model 2, meskipun jumlah hasilnya termasuk tinggi, tetapi tanaman kedelai tidak menghasilkan biji (Tabel 2). Jumlah nilai IPL pada Model 1 adalah 2,6, artinya intensitas pemanfaatan lahan 2,6 kali lebih tinggi dibandingkan menanam cara monokultur.
Tabel 2. Populasi tanaman saat panen, hasil jagung dan kedelai tumpangsari jagung + kedelai.
Model tanam | Populasi kedelai (%)1) | Hasil Kedelai k.a 12%
(t/ha) |
Populasi jagung
(%)1) |
Hasil jagung pipilan k.a 12%
(%)1) |
Total hasil (t/ha) | |||
Dega 1 | Dena 1 | Dega 1 | Dena 1 | Jagung + Dega 1 | Jagung + Dena 1 | |||
Model 1 | 79,1 a | 72,4 a | 1,8 a | 1,0 bc | 61,6 c | 5,8 a | 7,6 | 6,8 |
Model 2 | 80,1 a | 57,6 b | 0,1 d | 0,0 d | 76,4 b | 6,2 a | 6,3 | 6,2 |
Model 3 | 37,4 c | 31,9 c | 0,2 d | 0,1 d | 51,2 d | 3,9 b | 4,1 | 4,0 |
Model 4 | 77,8 a | 74,4 a | 1,4 ab | 0,7 c | 96,1 a | 3,1 c | 4,5 | 3,8 |
Keterangan: angka sekolom yang didampingi huruf sama berarti tidak berbeda nyata menurut uji BNT5%; 1)persentase populasi saat panen terhadap populasi saat tanam.
ANALISIS FINANSIAL
Total biaya per hektar pada pola TS jagung + kedelai adalah Rp17.478.600 hingga Rp19.301.600 (saprodi 25%-32%, tenaga kerja 68%-75%), tergantung model yang digunakan. Pendapatan tertinggi diperoleh dengan Model 1 menggunakan kedelai varietas Dega 1, yaitu Rp20.121.400 dengan nisbah pendapatan atas biaya (B/C ratio) 1,2 (Tabel 3). Artinya, penerapan Model 1 pada pola tumpangsari tersebut secara ekonomi layak bila menggunakan kedelai varetas Dega 1.
Tabel 3. Analisis finansial pada pola tumpangsari jagung + kedelai.
No | Uraian | Model 1 | Model 2 | Model 3 | Model 4 |
1 | Komponen biaya | ||||
Saprodi(Rp/ha) | 5.361.600 | 7.646.600 | 8.696.600 | 5.826.600 | |
Tenaga Kerja(Rp/ha) | 12.117.000 | 10.605.000 | 10.605.000 | 12.033.000 | |
Jumlah (Rp/ha) | 17.478.600 | 18.251.600 | 19.301.600 | 17.859.600 | |
2 | Hasil | ||||
Kedelai Dega 1 | 1.800 | 100 | 200 | 1.400 | |
Kedelai Dena 1 | 1.000 | 0 | 100 | 700 | |
Jagung | 5.800 | 6.200 | 3.900 | 3.100 | |
3 | Penerimaan (Rp/ha) | ||||
Kedelai Dega 1 | 14.400.000 | 800.000 | 1.600.000 | 11.200.000 | |
Kedelai Dena 1 | 8.000.000 | – | 800.000 | 5.600.000 | |
Jagung | 23.200.000 | 24.800.000 | 15.600.000 | 12.400.000 | |
Jumlah (Rp/ha) | |||||
Jagung + Kedelai Dega 1 | 37.600.000 | 25.600.000 | 17.200.000 | 23.600.000 | |
Jagung + kedelai Dena 1 | 31.200.000 | 24.800.000 | 16.400.000 | 18.000.000 | |
4 | Pendapatan (Rp/ha) | ||||
Jagung + kedelai Dega 1 | 20.121.400 | 7.348.400 | (2.101.600) | 5.740.400 | |
Jagung + kedelai Dena 1 | 13.721.400 | 8.833.400 | (2.901.600) | 140.400 | |
5 | Nisbah B/C | ||||
Jagung+kedelai Dega 1 | 1,2 | 0,4 | (0,1) | 0,3 | |
Jagung + kedelai Dena 1 | 0,8 | 0,6 | (0,2) | 0,0 |
Keterangan: harga kedelai k.a 12% Rp 8.000/kg, jagung k.a 12% Rp 4.000/kg
KESIMPULAN
Model tanam yang optimal pada pola tumpangsari jagung + kedelai adalah menggunakan Model 1 dengan varietas kedelai Dega 1. Model 1 tersebut, selain memberikan total hasil tertinggi, juga memberikan pendapatan dan kelayakan ekonomi lebih tinggi. Intensitas pemanfaatan lahan dengan Model 1 tersebut adalah 2,6 kali lebih tinggi dibandingkan menanam secara monokultur. Kedelai yang memberikan hasil tinggi pada pola tumpangsari kedelai dengan jagung adalah varietas Dega 1 (berumur genjah).
DAFTAR PUSTAKA
Chafid M. 2016. Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan: Jagung. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Kementerian Pertanian. 102 hlm.
Heni, T. 2016. Outlook Komoditas Pertanian: Padi. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Kementerian Pertanian. 119 hlm.
Riniarsi TD. 2016. Outlook Komoditas Pertanian Tanaman Pangan:Kedelai. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, Kementerian Pertanian. 85 hlm.
Abdullah Taufiq