
Lecanicillium lecanii (=Verticillium lecanii) (Zimm.) (Viegas) Zare & Gams merupakan salah satu jenis cendawan entomopatogen yang dapat digunakan untuk mengendalikan pengisap polong Riptortus linearis pada tanaman kedelai. Cendawan ini dapat menginfeksi semua stadia serangga baik stadia telur, nimfa, dan serangga dewasa (imago). Infeksi cendawan ini pada telur pengisap polong kedelai menyebabkan 51% telur tidak dapat menetas (Prayogo 2004). Tidak seluruh telur yang berhasil menjadi nimfa I dapat berkembang menjadi serangga dewasa. Hal ini diduga akibat cendawan L.lecanii yang telah menginfeksi embrio di dalam telur. Selain itu cendawan ini juga dilaporkan dapat menginfeksi telur Bemisia tabaci, B. argentifolii, Trialeurodes vaporariorum (Homoptera: Aleyrodidae) (Gindin et al. 2000; Aiuchi et al. 2008) sangat beracun terhadap telur nematoda Heterodera glycines (Shinya et al. 2007).
L. lecanii bersifat kosmopolit, mudah ditemukan di berbagai daerah baik di tropis maupun subtropis. Virulensi cendawan dipengaruhi oleh keragaman intraspesies yang memiliki perbedaan karakter fisiologi. Untuk mendapatkan isolat L. lecanii yang memiliki virulensi tinggi dapat dieksplorasi dari berbagai sumber, antara lain dari bangkai serangga (cadaver), menggunakan metode pengumpanan serangga dan isolasi dari dalam tanah. Karakteristik isolat L. lecanii yang virulen : 1. Mampu menginfeksi telur sampai embrio Isolat yang virulen mampu menggagalkan penetasan telur pengisap polong lebih banyak (Tabel 1). Virulensi isolat diduga dipengaruhi oleh kandungan toksin yang dimiliki oleh isolat tersebut. Sebanyak 4 isolat yaitu Ll-JTM11, LI-JTM12, LI-JTM 15m, dan LI-TB2 dari 37 isolat yang dikoleksi mempunyai virulensi tinggi mampu menginfeksi telur dan menyebabkan telur gagal menetas antara 69 – 75%.
Tabel 1 Jumlah telur pengisap polong yang tidak menetas, jumlah konidia tiap telur pengisap polong yang tidak menetas dan persentase nimfa II pengisap polong hidup setelah terinfeksi L. lecanii
Isolat |
Asal isolat |
Lokasi |
Telur tidak menetas (%) |
Jumlah konidia tiap telur (x106) |
Persentase nimfa II hidup (%)* |
Ll-JTM1 |
Tanah |
Banyuwangi |
25 ± 11,0 |
2,675 ± 1,342 |
53 ± 5,5 |
Ll-JTM2 |
Tanah |
Banyuwangi |
23 ± 10,6 |
3,125 ± 1,142 |
61 ± 12,6 |
Ll-JTM3 |
Tanah |
Banyuwangi |
20 ± 13,0 |
1,775 ± 0,231 |
71 ± 14,0 |
Ll-JTM4 |
Tanah |
Jember |
21 ± 7,4 |
2,050 ± 0,410 |
63 ± 7,1 |
Ll-JTM5 |
Tanah |
Jember |
35 ± 5,5 |
1,500 ± 0,392 |
46 ± 9,3 |
Ll-JTM6 |
Tanah |
Jember |
32 ± 5,2 |
2,800 ± 0,744 |
58 ± 3,7 |
Ll-JTM7 |
Tanah |
Jember |
27 ± 7,6 |
4,225 ± 0,673 |
60 ± 7,4 |
Ll-JTM8 |
Spodoptera litura |
Jember |
37 ± 13,3 |
3,925 ± 0,945 |
59 ± 10,6 |
Ll-JTM9 |
Spodoptera litura |
Jember |
24 ± 5,2 |
2,250 ± 0,547 |
57 ± 7,6 |
Ll-JTM10 |
Nezara viridula |
Lumajang |
26 ± 3,7 |
2,150 ± 0,652 |
52 ± 5,2 |
Ll-JTM11 |
Spodoptera litura |
Lumajang |
75 ± 9,7 |
7,150 ± 1,125 |
18 ± 6,4 |
Ll-JTM12 |
Spodoptera litura |
Lumajang |
72 ± 11,7 |
7,250 ± 0,358 |
21 ± 5,5 |
Ll-JTM13 |
Tanah |
Lumajang |
44 ± 10,9 |
6,450 ± 0,469 |
53 ± 9,7 |
Ll-JTM14 |
Tanah |
Probolinggo |
44 ± 8,0 |
4,950 ± 1,157 |
50 ± 7,7 |
Ll-JTM15 |
Riptortus linearis |
Probolinggo |
69 ± 12,2 |
7,375 ± 0,929 |
21 ± 4,6 |
Ll-JTM16 |
Spodoptera litura |
Probolinggo |
32 ± 9,1 |
4,425 ± 1,028 |
62 ± 8,8 |
Ll-JTM17 |
Trialeurodes sp. |
Trenggalek |
30 ± 4,8 |
1,625 ± 0,819 |
53 ± 6,3 |
Ll-ME1 |
Spodoptera litura |
Palembang |
49 ± 4,6 |
3,000 ± 0,818 |
43 ± 8,7 |
Ll-ME2 |
Nezara viridula |
Palembang |
44 ± 6,0 |
4,550 ± 0,727 |
43 ± 1,8 |
Ll-ME3 |
Piezodorus hybneri |
Palembang |
37 ± 14,3 |
1,775 ± 0,977 |
53 ± 8,0 |
Ll-OK1 |
Tanah |
Palembang |
35 ± 7,6 |
2,700 ± 0,855 |
46 ± 13,7 |
Ll-OK2 |
Tanah |
Palembang |
30 ± 7,7 |
4,550 ± 0,746 |
57 ± 10,6 |
Ll-LT1 |
Tanah |
Lampung |
22 ± 4,8 |
4,400 ± 0,495 |
69 ± 8,2 |
Ll-LT2 |
Tanah |
Lampung |
21 ± 7,0 |
3,600 ± 0,941 |
66 ± 6,4 |
Ll-LT3 |
Tanah |
Lampung |
26 ± 7,7 |
2,550 ± 0,410 |
66 ± 15,6 |
Ll-TB1 |
Spodoptera litura |
Lampung |
19 ± 6,7 |
2,025 ± 0,681 |
71 ± 19,7 |
Ll-TB2 |
Spodoptera litura |
Lampung |
73 ± 10,6 |
7,825 ± 0,681 |
22 ± 12,3 |
Ll-TB3 |
Tanah |
Lampung |
27 ± 3,5 |
3,775 ± 0,706 |
61 ± 7,1 |
Ll-TB4 |
Tanah |
Lampung |
28 ± 10,9 |
3,025 ± 0,086 |
65 ± 14,0 |
Ll-TB5 |
Tanah |
Lampung |
36 ± 4,3 |
5,100 ± 2,338 |
50 ± 6,4 |
Ll-TB6 |
Spodoptera litura |
Lampung |
32 ± 11,7 |
4,575 ± 0,706 |
63 ± 6,3 |
Ll-NTB1 |
Tanah |
Lombok |
26 ± 8,8 |
1,900 ± 0,627 |
57 ± 4,6 |
Ll-NTB2 |
Tanah |
Lombok |
29 ± 9,6 |
2,600 ± 0,434 |
57 ± 8,2 |
Ll-NTB3 |
Tanah |
Mataram |
25 ± 8,2 |
3,300 ± 1,302 |
60 ± 3,0 |
Ll-NTB4 |
Tanah |
Mataram |
12 ± 5,2 |
1,400 ± 0,839 |
76 ± 10,0 |
Ll-NTB5 |
Tanah |
Mataram |
23 ± 6,4 |
2,525 ± 0,886 |
67 ± 9,2 |
Ll-NTB6 |
Tanah |
Mataram |
17 ± 6,3 |
2,175 ± 0,416 |
59 ± 12,2 |
2. Mampu memproduksi konidia lebih banyak dan ukuran konidia lebih besar (6,5 x 2,5 µm). Jumlah konidia pada telur pengisap polong yang tidak menetas lebih banyak. Hasil eksplorasi Prayogo (2009) menunjukkan isolat yang virulen mempunyai jumlah konidia yang lebih banyak daripada isolat yang kurang virulen (Tabel 1). Jumlah konidia terbanyak mencapai 7,825 x 106/telur pengisap polong yang tidak menetas (Ll-JTM15). Sementara itu, produksi konidia pada isolat yang kurang virulen sangat rendah hanya berkisar 1–5,1 x 106/telur. 3. Pertumbuhan dan kolonisasi miselium pada telur lebih cepat dan lebih tebal dibandingkan dengan isolat yang kurang virulen (Gambar 1).
Gambar 1 Kolonisasi miselium isolat L. lecanii yang virulen (a) dan isolat yang kurang virulen (b) pada telur pengisap polong tujuh hari setelah aplikasi (HSA).
4. Produksi konidia lebih banyak dibandingkan dengan isolat yang kurang virulen (Gambar 2).
Gambar 2 Perbedaan jumlah konidia L. lecanii yang diproduksi oleh setiap tangkai konidiofor pada isolat yang virulen (a) dan isolat yang kurang virulen (b).
5. Daya berkecambah konidia di atas 80% dan waktu berkecambah relatif cepat. Hasil Penelitian Prayogo (2009) menunjukkan bahwa isolat yang virulen memiliki daya kecambah di atas 80% setelah diinkubasi di dalam air selama 10 jam. Empat isolat yang bersifat ovisidal yang menggagalkan penetasan telur pengisap polong memiliki daya kecambah tertinggi dibandingkan dengan isolat yang lain, masing-masing adalah 86% untuk LI-JTM11, 85% untuk LI-JTM12, dan 84% untuk LI-JTM15 dan LI-JTMTB2. Daya kecambah mengekspresikan kemampuan konidia yang dapat tumbuh dan berkembang apabila faktor lingkungan mendukung.
6. Sebagian besar koloni berbentuk wholly Koloni cendawan entomopatogen memiliki beberapa karakter yaitu; (1) cottony (hifa agak panjang dan menyebar ke segala arah), (2) velvety (hifa pendek, lurus, dan tebal), (3) wholly (hifa atau kelompok hifa agak panjang, koloni tumbuh menebal, merata, dan berbentuk seperti wol), (4) plumose (tumpukan miselium dengan hifa panjang dan kelompok hifa muncul dari tengah berbentuk kipas), (5) farinaceous (bentuk koloni seperti tepung), dan (6) pellicular (koloni tipis saling berhubungan dengan garis konsentris). Isolat L. lecanii yang yang virulen menurut Prayogo (2009) memiliki karakter koloni berbentuk wholly, yaitu seperti; JTM11, Ll-JTM12, Ll-JTM15, dan Ll-TB2. Namun tidak semua isolat cendawan yang berkarakter wholly memiliki sifat yang virulen, yaitu pada isolat Ll- Ll-JTM13, Ll-JTM16, Ll-JTM17, Ll-ME1, Ll-LT1, Ll-LT2, Ll-TB3, Ll-TB4, Ll-TB5, dan Ll-TB6 (Gambar 3a). Sementara itu, isolat yang membentuk karakter velvety (Gambar 3f), plumose (Gambar 3e), pelicullar (Gambar 3b) dan farinaceous (Gambar 3d) adalah kurang virulen.
7. Mempunyai toleransi terhadap suhu lebih tinggi dibandingkan dengan isolat yang kurang virulen karena isolat yang virulen lebih tahan terhadap paparan faktor lingkungan. Suhu untuk pertumbuhan vegetatif L. lecanii lebih luas, yaitu 20 – 27 oC, sedangkan suhu untuk fase generatif pada suhu 27 oC. Empat isolat cendawan yang memiliki virulensi tinggi, yaitu TM11, Ll-JTM12, Ll-JTM15, dan Ll-TB2 berpeluang besar untuk digunakan sebagai salah satu bioinsektisida
yang prospektif dalam pengelolaan hama terpadu (PHT) untuk hama pengisap polong R. linearis pada stadia telur.
Disarikan oleh Alfi Inayati dari: Yusmani P. 2011. Isolat virulen cendawan entomopatogen Lecanicillium lecanii sebagai calon bioinsektisida untuk mengendalikan telur kepik coklat Riptortus linearis (F.) pada kedelai. Bul. Palawija, 21-2011:39-54.